Imunisasi yang Dianjurkan
Ada 7 jenis imunisasi yang non-PPI (Program Pengembangan Imunisasi) alias dianjurkan. Meski tak wajib, tentu tak ada salahnya bila kita tetap mengimunisasikan si buah hati, mengingat dampaknya yang berbahaya bila si kecil sampai terkena penyakit yang seharusnya dapat dicekal oleh imunisasi ini.
1. IMUNISASI HIB
Sesuai namanya, imunisasi ini bermanfaat untuk mencekal kuman HiB (Haemophyllus influenzae type B). Kuman ini menyerang selaput otak sehingga terjadilah radang selaput otak yang disebut meningitis. Meningitis sangat berbahaya karena dapat merusak otak secara permanen sampai kepada kematian. Selain mengakibatkan radang selaput otak, kuman ini juga dapat menyebabkan radang paru dan radang epiglotis.
Mula-mula, kuman ini berada di dalam rongga hidung kemudian masuk ke darah dan menyebar sampai ke otak dengan masa inkubasi satu minggu. Gejala yang muncul bisa berupa demam tinggi lebih dari 38,50C, pusing, menggigil, kejang-kejang, dan kesadaran menurun. Bila sudah terjadi serangan harus diatasi dengan segera dan tepat oleh dokter yang memahami betul penyakit ini. Jika meningitis tak diobati dengan baik atau terlambat ditangani, akan menimbulkan gejala sisa, seperti lumpuh, tuli, bahkan kadang tak bisa melihat. Pada banyak anak perkembangannya juga terlambat, bisa retardasi mental atau cerebral palsy. Itulah mengapa, peran imunisasi HiB dalam mencekal penyakit ini sangatlah penting.
Usia & JumlahPemberian:
Diberikan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 2, 4, 6, dan 15 atau 16 bulan. Bila terlambat diberikan, semisal hingga usia 5 bulan belum diimunisasi, maka dapat diberikan di usia 6 bulan dan 15 atau 16 bulan.
Efek Samping:
Umumnya muncul demam ringan yang akan reda dengan sendirinya.
Tingkat Kekebalan:
Efektivitasnya mencapai 97-99%.
Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang sakit atau kekebalannya sedang menurun untuk menghindari efek samping yang mungkin terjadi.
2. Imunisasi PCV
Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau Pneumococcal Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit IPD (Invasive Peumococcal Diseases), yakni meningitis (radang selaput otak), bakteremia (infeksi darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga penyakit ini disebabkan kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus yang penularannya lewat udara. Gejala yang timbul umumnya demam tinggi, menggigil, tekanan darah rendah, kurang kesadaran, hingga tak sadarkan diri. Penyakit IPD sangat berbahaya karena kumannya bisa menyebar lewat darah (invasif) sehingga dapat memperluas organ yang terinfeksi. Diperlukan imunisasi Pneumokukus untuk mencekal penyakit ini.
Usia & Jumlah Pemberian:
Dapat diberikan sejak usia 2 bulan, kemudian berikutnya di usia 4 dan 6 bulan. Sedangkan pemberian ke-4 bisa dilakukan saat anak usia 12-15 bulan atau ketika sudah 2 tahun.
Bila hingga 6 bulan belum divaksin, bisa diberikan di usia 7-11 bulan sebanyak dua dosis dengan interval pemberian sedikitnya 1 bulan. Dosis ke-3 dapat diberikan pada usia 2 tahun. Atau hingga 12 bulan belum diberikan, vaksin bisa di berikan di usia 12-23 bulan sebanyak dua dosis dengan interval sedikitnya 2 bulan.
Efek Samping:
Biasanya muncul demam ringan, kurang dari 380c, rewel, mengantuk, nafsu makan berkurang, muntah, diare, dan muncul kemerahan pada kulit. Reaksi ini terbilang umum dan wajar karena bisa hilang dengan sendirinya.
IPD Sepintas KILAS
* Meningitis
Terjadi peradangan di meninges/membran di sekitar otak dan urat saraf tulang belakang. Selain kuman Pneumokokus, bisa juga disebabkan kuman Haemophilus influenzae type B, tetapi yang paling sering adalah bakteri Pneumokokus. Bila sudah menyerang otak, 17% penderita akan meninggal dalam waktu 48 jam setelah serangan terjadi. Hanya 50% kemungkinan penderita bisa diselamatkan. Awalnya, bakteri ini berkolonisasi di mukosa nasofaring, yakni lapisan di rongga di sekitar hidung dan tenggorokan. Saat daya tahan tubuh anak menurun, bakteri akan masuk ke aliran darah dan mencapai meningen (selaput otak) sehingga terjadilah infeksi.
* Bakteremia
Bila sudah terjadi infeksi Pneumokokus di dalam aliran darah, maka anak sangat rentan terserang infeksi di organ lain. Gejala yang muncul umumnya menggigil, suhu badan tinggi, rewel, kemerahan pada kulit dan bintik merah. Bila tak ditangani dengan baik, bakteremia akan diikuti dengan sepsis, yakni infeksi di berbagai organ tubuh yang bisa berujung pada kegagalan fungsi organ (multiorgan failure).
* Pneumonia
Di hari ke-3 serangan akan muncul demam tinggi, menggigil, sakit di dada, sakit perut, kemudian diikuti batuk dan sesak napas. Gejala lain yang bisa muncul adalah tarikan napas yang melebihi angka normal. Pada bayi melebihi 60 tarikan, sedangkan pada anak di atas 1 tahun melebihi 50 tarikan napas. Sekitar 10-20% penderita pneumonia sudah mengalami bakteremia sehingga sulit sekali diobati. Diperkirakan 4 bayi meninggal setiap menit karena penyakit ini.
3. Imunisasi MMR
Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps (gondongan/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman). Terutama buat anak perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya rubela pada saat hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil. Penting diketahui, rubela dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
Sayangnya, kini banyak orangtua ragu mengimunisasikan anaknya lantaran tersebar berita bahwa imunisasi MMR menyebabkan autisme pada anak. Padahal, sampai saat ini belum ada pembuktian secara ilmiah mengenai keterkaitan antara MMR dan autisme. Jadi, mengapa harus takut?
+ Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan 6 tahun. Jika belum mendapat imunisasi campak di usia 9 bulan, maka MMR dapat diberikan di usia 12 bulan, dan diulangi pada umur 6 tahun.
Catatan:
Bila orangtua khawatir atau anak menunjukkan keterlambatan bicara dan perkembangan lainnya, pemberian imunisasi MMR dapat ditunda hingga anak berusia 3 tahun. Bila semua proses tumbuh kembangnya tak ada masalah alias normal, vaksin MMR dapat diberikan kepada anak.
+ Efek Samping:
Beberapa hari setelah diimunisasi, biasanya anak mengalami demam, timbul ruam atau bercak merah, serta terjadi pembengkakan di lokasi penyuntikan. Namun tak perlu khawatir karena gejala tersebut berlangsung sementara saja. Demamnya pun dapat diatasi dengan obat penurun panas yang dosis pemakaiannya sesuai anjuran dokter.
MMR = Gondongan, Campak, & Campak Jerman
* Gondongan
Penyakit infeksi akut akibat virus mumps ini sering menyerang anak-anak, terutama usia 2 tahun ke atas sampai kurang lebih 15 tahun. Ada beberapa lokasi yang diserang seperti kelenjar ludah di bawah lidah, di bawah rahang, dan di bawah telinga (parotitis). Masa inkubasi sekitar 14-24 hari setelah penularan yang terjadi lewat droplet. Awalnya muncul demam (bisa sampai 39,50C), disertai pusing, mual, nyeri otot atau pegal terutama di daerah leher, lesu dan lemah. Sehari kemudian tampak bengkak di bawah telinga sebelah kanan dan kemudian menjalar ke sebelahnya.
Karena gondongan bersifat self-limiting disease (sembuh sendiri tanpa diobati), pengobatan dilakukan sesuai gejala simptomatik. Disamping meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan makanan bergizi dan cukup istirahat. Biasanya dokter juga akan memberi antibiotik untuk mencegah terjadi infeksi kuman lain. Sebenarnya, jika daya tahan tubuh bagus, anak tak akan tertular. Dan jika sudah sekali terkena, gondongan tak akan berulang.
* Campak
Lihat h.16
* Campak Jerman
Campak Jerman atau rubella berbeda dari campak biasa. Pada anak, campak Jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. Kalaupun ada biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5-14 tahun. Hanya gejalanya yang hampir sama seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Nafsu makan penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa. Namun, bercak merah yang timbul tak sampai parah dan cepat menghilang dalam waktu 3 hari.
4. Imunisasi Influenza
Influenza merupakan penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan virus. Penyakit ini dapat menular dengan mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang bila terhirup dan masuk ke saluran pernapasan kita langsung tertular.
Sebenarnya, influenza tergolong ringan karena sifatnya yang self-limiting disease alias bisa sembuh sendiri tanpa diobati. Penderita hanya perlu beristirahat, banyak minum air putih, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan konsumsi makanan bergizi seimbang.
Akan tetapi, influenza bisa berisiko pada anak-anak tertentu. Di antaranya, penderita asma dan penyakit paru-paru kronis lainnya, penderita leukemia, thalassemia, dan jantung bawaan. Juga, anak yang mendapat terapi obat golongan kortikosteroid dan penderita kanker. Anak-anak yang berisiko tinggi ini, jika sampai terkena influenza, daya tahan tubuh mereka akan sangat menurun sehingga penyakit utamanya bertambah parah. Karena itulah, anak-anak ini perlu mendapatkan vaksinasi influenza.
* Usia & Jumlah Pemberian:
Dapat diberikan sejak usia 6 bulan yang kemudian diulang setiap tahun, lantaran vaksinnya hanya efektif selama 1 tahun.
* Efek Samping:
Muncul demam ringan antara 6-24 jam setelah suntikan. Atau, muncul reaksi lokal seperti kemerahan di lokasi bekas suntikan. Namun tidak usah khawatir karena reaksi tersebut akan hilang dengan sendirinya.
* Tanda Keberhasilan:
Sulit dilihat karena tidak kasat mata.
* Tingkat Kekebalan:
Sebagaimana imunisasi lainnya, tingkat proteksi tak sampai 100%. Terlebih pada penyakit influenza, ada kemungkinan virus yang beredar di masyarakat sudah mengalami mutasi (perubahan sifat), atau jenis virus yang sedang menginfeksi anak tak dapat dicegah oleh vaksin influenza yang diberikan.
5. Imunisasi Tifoid
Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsur-angsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Basanya di pagi hari demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut, terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di rumah sakit. Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk mencegah kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi karena dapat berakibat fatal.
Namun pencegahan tetaplah yang terbaik, terlebih Indonesia merupakan negara endemik penyakit tifus.
* Usia & Jumlah Pemberian:
Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun. Pengulangan ini perlu mengingat serangan penyakit tifus bisa berulang, ditambah banyaknya lingkungan yang tidak higienis dan kurang terjaminnya makanan yang dikonsumsi anak.
Sementara vaksin oral diberikan kepada anak umur 6 tahun atau lebih.
* Efek Samping
Umumnya berupa bengkak, nyeri, ruam kulit, dan kemerahan di tempat suntikan. Juga bisa muncul demam, nyeri kepala/pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea (mual), dan nyeri perut (jarang dijumpai). Efek tersebut akan hilang dengan sendirinya.
6. Imunisasi Hepatitis A
Penyebaran virus hepatitis A (VHA) sangat mudah. Penderita akan mengeluarkan virus ini saat meludah, bersin, atau batuk. Bila virus ini menempel di makanan, minuman, atau peralatan makan, kemudian dimakan atau digunakan oleh anak lain maka dia akan tertular. Namun, untuk memastikan apakah anak mengidap VHA atau tidak, harus dilakukan tes darah.
Masa inkubasi berlangsung 18-50 hari dengan rata-rata kurang lebih 28 hari. Setelah itu barulah muncul gejala seperti lesu, lelah, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, rasa tak enak di bagian kanan atas perut, demam, merasa dingin, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan batuk. Biasanya berlangsung 4-7 hari. Selanjutnya, urine mulai berwarna lebih gelap seperti teh. Biasanya kuning ini menghilang dalam 2 minggu. Tak ada pengobatan khusus untuk hepatitis A, karena sesungguhnya penyakit ini dapat sembuh sendiri. Pengobatan dilakukan hanya untuk mengatasi gejala seperti demam dan mual. Selebihnya, anak harus banyak istirahat dan mengonsumsi makanan bergizi.
Meski tak separah hepatitis B, bukan berarti kita boleh menganggap remeh hepatitis A. Pasalnya, penyakit yang kerap disebut penyakit kuning ini, bisa menjadi berat bila terjadi komplikasi. Jadi, pencegahan tetap diperlukan, yakni dengan pemberian imunisasi hepatitis A. Disamping, menjaga lingkungan agar selalu bersih dan sehat, termasuk kebersihan makanan dan minuman.
+ Usia & Jumlah Pemberian:
Dapat diberikan saat anak berusia 2 tahun, sebanyak 2 kali dengan interval pemberian 6-12 bulan.
+ Efek Samping:
Umumnya, tak menimbulkan reaksi. Namun, meski sangat jarang, dapat muncul rasa sakit pada bekas suntikan, gatal, dan merah, disertai demam ringan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari.
+ Tingkat Kekebalan:
Efektif mencekal hingga 90%.
7. Imunisasi Varisela
Memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox, penyakit yang disebabkan virus varicella zooster. Termasuk penyakit akut dan menular, yang ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada kulit maupun selaput lendir. Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang keluar saat penderita meludah, bersin, atau batuk. Namun yang paling potensial menularkan adalah kontak langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul bintik dengan cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam, maka tidak menular lagi.
Awalnya, anak mengalami demam sekitar 3-7 hari tapi tidak tinggi. Barulah kemudian muncul bintik-bintik. Meski dapat sembuh sendiri, anak tetap perlu dibawa ke dokter. Selain untuk mencegah bintik-bintik tidak meluas ke seluruh tubuh, juga agar tak terjadi komplikasi yang bisa berakibat fatal. Sebaiknya penderita dipisahkan dari anggota keluarga lainnya untuk mencegah penularan. Minta anak untuk tidak menggaruk agar tak menimbulkan bekas luka. Atasi rasa gatalnya dengan bedak yang mengandung kalamin. Tingkatkan daya tahan tubuhnya dengan asupan makanan bergizi.
Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan sebanyak 1 kali yakni pada usia antara 10-12 tahun.
Efek Samping:
Umumnya tak terjadi reaksi. Hanya sekitar 1% yang mengalami demam.
Tingkat Kekebalan:
Efektivitasnya bisa mencapai 97%. Dari penelitian terhadap 100 anak yang diimunisasi varisela, hanya 3 di antaranya yang tetap terkena cacar air, itu pun tergolong ringan.
Vaksin Kombinasi
Hemat waktu dan biaya, namun tetap efektif.
Sesuai namanya, vaksin kombinasi berarti gabungan beberapa jenis vaksin yang disuntikkan sekaligus, seperti vaksin DTP dan MMR. Beberapa tahun yang lalu, diluncurkan pula vaksin kombinasi DPT/HB atau Tritanrix dan DpaT/HiB atau Infanrix/HiB.
DPT/HB atau Tritanrix
Merupakan gabungan antigen untuk difteri, tetanus, pertusis (DTP) dan hepatitis B (HB). Tingkat efektivitasnya, berdasarkan penelitian, mencapai hampir di atas 90%. Dari penelitian, respons imun bayi setelah menyelesaikan tiga dosis vaksinasi dasar, yaitu antibodi antidifteri 99,7%, antibodi antitetanus 100%, antibodi antipertusis 97,7%, dan antibodi antiHB 99,2%. Sementara efek sampingnya hampir sama dengan reaksi yang ditimbulkan oleh imunisasi DTP. Adapun jadwal pemberiannya sama dengan imunisasi DTP, yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan.
DpaT/HiB atau Infanrix/HiB.
Memberikan perlindungan terhadap 4 jenis penyakit berbahaya sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus, dan penyakit-penyakit akibat HiB. Vaksin kombinasi ini dapat memberikan kekebalan hingga anak berumur 5 tahun. Jadwal pemberiannya juga sama dengan imunisasi DTP, yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan, dilanjutkan pada usia 18 bulan.
BANYAK UNTUNGNYA
Dengan adanya vaksin kombinasi, banyak keuntungan yang dapat diperoleh. Di antaranya:
r Hemat Waktu
Vaksin yang dikombinasi memiliki jadwal imunisasi primer yang hampir sama. Yang dimaksud imunisasi primer adalah imunisasi yang dilakukan pada usia kurang dari 12 bulan. Dengan demikian, akan mempersingkat jadwal imunisasi, yang seharusnya 6 kali (DPT 3x + HB 3x atau HiB 3x) menjadi 3 kali.
* Jumlah Suntikan Berkurang
Otomatis, jumlah suntikan yang diterima si kecil pun berkurang menjadi 3 kali suntikan, sehingga mengurangi trauma kesakitan pada bayi.
* Hemat Biaya
Dari biaya konsultasi dokter, harga vaksin, sampai biaya administrasi dan transportasi.
* Kecil Risiko Tertular Penyakit
Dengan berkurangnya jumlah kunjungan ke dokter atau rumah sakit, tentu akan berkurang pula risiko tertular penyakit dari pasien di RS.
Vaksin
Keterangan
Hepatitis B
HB diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 3-6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu.
Polio
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS OPV diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain).
BCG
Diberikan sejak lahir. Apabila umur >3 bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu. BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
DTP
Diberikan pada umur >6 minggu, DTwP atau DTaP atau secara kombinasi dengan Hep. B atau HiB. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Umur 12 tahun mendapat TT pada program BIAS SD kelas VI.
Hib
Diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Diberikan terpisah atau kombinasi.
Campak
Campak-1 umur 9 bulan, campak-2 diberikan pada program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun.
MMR
MMR dapat diberikan umur 12 bulan, apabila belum mendapat campak 9 bulan. Umur 6 tahun diberikan untuk ulangan MMR maupun catch-up immunization.
Pnemokokus (PCV)
Pada anak yang belum mendapatkan PCV pada umur >1 tahun PCV diberikan dua kali dengan interval 2 bulan. Pada umur 2-5 tahun PCV diberikan satu kali.
Influenza
Umur <8 tahun yang mendapat vaksin influenza trivalen (TIV) pertama kalinya harus mendapat 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
Hepatitis A
Hepatitis A diberikan pada umur >2 tahun, dua kali dengan interval 6-12 bulan.
Tifoid
Tifoid polisakarida injeksi diberikan pada umur >2 tahun, diulang setiap 3 tahun.
Sumber : Nakita